BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Era globalisasi
mempengaruhi kompleksitas sistem sosial budaya masyarakat. Perkembangan media
massa semakin pesat ketika terjadi perubahan dramatis dalam teknologi
komunikasi. Pesatnya kemajuan sistem teknologi informasi, telah memberikan
dampak negatif maupun positif terhadap perubahan global dan signifikan bagi
pola hidup masyarakat. Komunikasi massa merupakan komunikasi yang menggunakan
media massa, baik cetak maupun elektronik yang dikelola oleh suatu lembaga atau
orang yang melembagakan dan ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar
dibanyak tempat , anonim dan heterogen. Laju perkembangan komunikasi massa
begitu cepat dan memiliki bobot nilai tersendiri pada setiap sisi kehidupan
sosial budaya yang sarat dengan perubahan perilaku masyarakat. Budaya menjadi
bagian dari perilaku komunikasi dan pada gilirannya komunikasipun turut
menentukan, memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya. “Budaya adalah
komunikasi” dan “ Komunikasi adalah budaya“.
Demikian juga
perkembangan dampak dan efek media menjadi sangat penting dalam kehidupan
sosial budaya dan perilaku di masyarakat.Kompleksitas sistem sosial budaya
masyarakat mempengaruhi sistem budaya informasi dan komunikasi yang semakin
harus bisa mengikuti perkembangan dinamika masyarakat. Media komunikasi massa
telah memainkan peran yang cukup besar dalam perubahan budaya dan perilaku
masyarakat indonesia pada umumnya.
1.2 Tujuan
Tujuan dalam
kajian ini adalah untuk melihat dan mengetahui gambaran tentang pembahasan
Komunikasi Massa.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Komunikasi Massa
Definisi Komunikasi Massa Menurut Para Ahli :
Pengertian
Komunikasi Massa Menurut Joseph A. devito dalam buku Pengantar Komunikasi Massa
oleh Nurudin, M.Si., dia mengemukakan definisi komunikasi massa sebagai berikut
:“First,mass communication is communication addressed to masses, to an
extremely large science. This does not mean that the audience includes all
people or everyone who reads or everyone who watches television; rather it
means an audience that is large and generally rather poorly defined. Second,
mass communication is communication mediated by audio and/or visual
transmitter. Mass communication is perhaps most easily and most logically
defined by its forms: television, radio, newspaper, magazines, films, books,
and tapes.” (komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa,
kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti bahwa khalayak
meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang membaca atau semua orang yang
menonton televisi, agaknya ini tidak berarti pula bahwa khalayak itu besar dan
pada umumnya agak sukar untuk didefinisikan. Kedua, komunikasi massa adalah
komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio dan atau visual.
Komunikasi massa barangkali akan lebih mudah dan lebih logis bila didefinisikan
menurut bentuknya (televisi, radio, surat kabar, majalah, film, buku, dan
pita).
Pengertian
Komunikasi Massa Menurut Bittner (Rakhmat,seperti yang disitir Komala, dalam
karnilh, dkk.1999), yakni: komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan
melalui media massa pada sejumlah besar orang (mass communication is messages
communicated through a mass medium to a large number of people). Dari definisi
tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu harus menggunakan media
massa. Jadi sekalipun komunikasi itu disampaikan kepada khalayak yang banyak,
seperti rapat akbar di lapangan luas yang dihadiri oleh ribuan, bahkan puluhan
ribu orang, jika tidak menggunakan media massa, maka itu bukan komunikasi
massa. Media komunikasi yang termasuk media massa adalah radio siaran, dan
televisi- keduanya dikenal sebagai media elektronik; surat kabar dan majalah-
keduanya disebut dengan media cetak; serta media film. Film sebagai media
komunikasi massa adalah film bioskop.
McQuail menyebut ciri utama komunikasi massa dari segi:
1.
Sumber : bukan
satu orang, tapi organisasi formal, “sender”-nya seringkali merupakan
komunikator profesional.
2.
Pesan :
beragam, dapat diperkirakan, dan diproses, distandarisasi, dan selalu
diperbanyak; merupakan produk dan komoditi yang bernilai tukar.
3.
Hubungan
pengirim-penerima bersifat satu arah, impersonal, bahkan mungkin selali sering
bersifat non-moral dan kalkulatif.
4.
Penerima
merupakan bagian dari khalayak luas.
5.
Mencakup kontak
secara serentak antara satu pengirim dengan banyak penerima.
Pengertian
Komunikasi Massa Menurut Menurut Gerbner (1967) “Mass communication is the
tehnologically and institutionally based production and distribution of the most
broadly shared continous flow of messages in industrial societes”. (Komunikasi
massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi lembaga dari
arus pesan yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat
indonesia (rakhmat, seperti yang dikutip Komala, dalam Karnilah, dkk.1999).
Pengertian
Komunikasi Massa Menurut Pendapat lain: Komunikasi Massa adalah (ringkasan
dari) komunikasi melalui media massa (communicating with media), atau
komunikasi kepada banyak orang (massa) dengan menggunakan sarana media. Media
massa sendiri ringkasan dari media atau sarana komunikasi massa.
Pengertian
Komunikasi Massa Menurut Meletzke, komunikasi massa diartikan sebagai setiap
bentuk komunikasi yang menyampaikan pernyataan secara terbuka melalui media
penyebaran teknis secara tidak langsung dan satu arah pada publik yang tersebar
(Rakhmat seperti yang dikutip dalam Komala, dalam Karlinah. 1999).
William R. Rivers
dkk. membedakan antara communication dan communications. Communication adalah
proses berkomunikasi. Communications adalah perangkat teknis yang digunakan
dalam proses komunikasi, e.g. genderang, asap, butir batu, telegram, telepon,
materi cetak, siaran, dan film.
Pengertian
Komunikasi Massa Menurut Edward Sapir: Communication = proses primer, terdiri
dari bahasa, gestur/nonverbal, peniruan perilaku, dan pola perilaku sosial.
Communications = teknik-teknik sekunder, instrumen dan sistem yang mendukung
proses komunikasi, e.g. kode morse, telegram, terompet, kertas, pulpen, alat
cetak, film, pemancar siara radio/TV.
Namun, Komunikasi Massa tidak berarti komunikasi untuk setiap
orang.Pasalnya, media cenderung memilih khalayak; demikian pula, khalayak pun
memilih-milih media.
Karakteristik Komunikasi Massa
William R. Rivers dkk.:
1.
Satu arah.
2.
Selalu ada
proses seleksi –media memilih khalayak.
3.
Menjangkau
khalayak luas.
4.
Membidik
sasaran tertentu, segmentasi.
5.
Dilakukan oleh
institusi sosial (lembaga media/pers); media dan masyarakat saling memberi
pengaruh/interaksi.
Pengertian
Komunikasi Massa Menurut Wright : “This new form can be distinguished from
older types by the following major characteristic: it is directed toward
relatively large, heterogeneus, and anonymous audiences; messages
aretransmitted publicly, often-times to reach most audience member
simultaneously, and are transeint in character; the communicator tends to be,
or to operate whitin, a complex organization thet may involve great expense”
(Rakhmat seperti yang dikutip dalam Komala, dalam Karlinah. 1999).
Menurut Wright,
bentuk baru komunikasi dapat dibedakan dari corak-corak yang lama karena
memiliki karakteristik utama sebagai berikut: diarahkan pada khalayak yang
relatif besar, heterogen dan anonim; pesan disampaikan secara terbuka,
seringkali dapat mencapai kebanyakan khalayak secaraserentak, bersifat sekilas
(khusus untuk media elektronik, seperti siaran radio siaran dan televisi).
Pengertian
Komunikasi Massa dalam Wikipedia: Komunikasi massa adalah proses dimana
organisasi media membuat dan menyebarkan pesan kepada khalayak banyak (publik).
Jadi secara garis
besar Komunikasi massa adalah proses dimana organisasi media membuat dan
menyebarkan pesan kepada khalayak banyak (publik). Organisasi-organisasi media
ini akan menyebarluaskan pesan-pesan yang akan memengaruhi dan mencerminkan
kebudayaan suatu masyarakat, lalu informasi ini akan mereka hadirkan serentak
pada khalayak luas yang beragam. Hal ini membuat media menjadi bagian dari
salah satu institusi yang kuat di masyarakat.Dalam komunikasi masa, media masa
menjadi otoritas tunggal yang menyeleksi, memproduksi pesan, dan
menyampaikannya pada khalayak.
Komunikasi Massa merupakan
salah satu jenis komunikasi, selain Komunikasi Intrapersonal, Komunikasi
Interpersonal, Komunikasi Kelompok, dan Komunikasi Organisasi. Perkembangannya
dimulai dari:
1.
Abad Penggunaan Isyarat & Lambang
–e.g. gerak tangan atau volume suara;
2.
Abad Berbicara & Penggunaan Bahasa
–huruf mewakili bunyi ujaran;
3.
Abad Penggunaan Media Tulisan;
4.
Abad Penggunaan Media Cetakan –penemuan
mesin cetak di Mainz, Jerman, oleh John Guttenberg tahun 1455 yang dianggap
sebagai awal lahirnya komunikasi massa.
Dari sinilah kemudian berkembang media massa –koran, majalah, buku, radio,
televisi, film, dan internet.
Ciri - Ciri Komunikasi Massa
1.
Menggunakan
media masa dengan organisasi (lembaga media) yang jelas.
2.
Komunikator
memiliki keahlian tertentu
3.
Pesan searah
dan umum, serta melalui proses produksi dan terencana
4.
Khalayak yang
dituju heterogen dan anonym
5.
Kegiatan media
masa teratur dan berkesinambungan
6.
Ada pengaruh
yang dikehendaki
7.
Dalam konteks
sosial terjadi saling memengaruhi antara media dan kondisi masyarakat serta
sebaliknya.
8.
Hubungan antara
komunikator (biasanya media massa) dan komunikan (pemirsanya) tidak bersifat
pribadi.
Sedangkan ciri-ciri komunikasi massa, menurut Elizabeth
Noelle Neumann (dalam Jalaluddin Rakhmat, 1994) adalah sebagai berikut:
1. Bersifat
tidak langsung, artinya harus melalui media teknis;
2. Bersifat
satu arah, artinya tidak ada interaksi antara peserta-peserta komunikasi;
3. Bersifat terbuka,
artinya ditujukan pada publik yang tidak terbatas dan anonim;
4. Mempunyai
publik yang secara tersebar.
Pesan-pesan
media tidak dapat dilakukan secara langsung artinya jika kita berkomunikasi
melalui surat kabar, maka komunike kita tadi harus diformat sebagai berita atau
artikel, kemudian dicetak, didistribusikan, baru kemudian sampai ke audien.
Antara kita dan audien tidak bisa berkomunikasi secara langsung, sebagaimana
dalam komunikasi tatap muka. Istilah yang sering digunakan adalah interposed.
Konsekuensinya adalah, karakteristik yang kedua, tidak terjadi interaksi antara
komunikator dengan audien. Komunikasi berlangsung satu arah, dari
komunikator ke audien, dan hubungan antara keduanya impersonal.
Karakteristik
pokok ketiga adalah pesan-pesan komunikasi massa bersifat terbuka, artinya
pesan-pesan dalam komunikasi massa bisa dan boleh dibaca, didengar, dan
ditonton oleh semua orang. Karakteristik keempat adalah adanya intervensi
pengaturan secara institusional antara si pengirim dengan si penerima. Dalam
berkomunikasi melalui media massa, ada aturan, norma, dan nilai-nilai yang
harus dipatuhi. Beberapa aturan perilaku normatif ada dalam kode etik, yang
dibuat oleh organisasi-organisasi jurnalis atau media.
Dengan
demikian, komunikasi massa dapat didefinisikan sebagai suatu jenis
komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah audien yang tersebar, heterogen, dan anonim
melalui media massa cetak atau elektrolit sehingga pesan yang sama dapat
diterima secara serentak dan sesaat.
Karakteristik Komunikasi Massa menurut para pakar komunikasi
1.
Komunikator
Melembaga (Institutionalized Communicator) atau Komunikator Kolektif
(Collective Communicator) karena media massa adalah lembaga sosial, bukan orang
per orang.
2.
Pesan bersifat
umum, universal, dan ditujukan kepada orang banyak.
3.
Menimbulkan
keserempakan (simultaneous) dan keserentakan (instantaneos) penerimaan oleh
massa.
4.
Komunikan
bersifat anonim dan heterogen, tidak saling kenal dan terdiri dari
pribadi-pribadi dengan berbagai karakter, beragam latar belakang sosial,
budaya, agama, usia, dan pendidikan.
5.
Berlangsung
satu arah (one way traffic communication).
6.
Umpan Balik Tertunda
(Delayed Feedback) atau Tidak Langsung (Indirect Feedback); respon audience
atau pembaca tidak langsung diketahui seperti pada komunikasi antarpribadi.
Karakteristik Media Massa
1.
Publisitas,
yakni disebarluaskan kepada publik, khalayak, atau orang banyak.
2.
Universalitas,
pesannya bersifat umum, tentang segala aspek kehidupan dan semua peristiwa di
berbagai tempat, juga menyangkut kepentingan umum karena sasaran dan
pendengarnya orang banyak (masyarakat umum).
3.
Periodisitas,
tetap atau berkala, misalnya harian atau mingguan, atau siaran sekian jam per
hari.
4.
Kontinuitas,
berkesinambungan atau terus-menerus sesuai dengan priode mengudara atau jadwal
terbit.
5.
Aktualitas,
berisi hal-hal baru, seperti informasi atau laporan peristiwa terbaru, tips
baru, dan sebagainya. Aktualitas juga berarti kecepatan penyampaian informasi
kepada publik.
Efek dari Komunikasi Massa
Berdasarkan
teorinya, efek komunikasi masa dibedakan menjadi tiga macam efek, yaitu efek
terhadap individu, masyarakat, dan kebudayaan.
Efek komunikasi
masa terhadap individu Menurut Steven A. Chafee, komunikasi masa memiliki efek-efek
berikut terhadap individu:
1.
Efek ekonomis:
menyediakan pekerjaan, menggerakkan ekonomi (contoh: dengan adanya industri
media massa membuka lowongan pekerjaan)
2.
Efek sosial:
menunjukkan status (contoh: seseorang kadang-kadang dinilai dari media massa
yang ia baca, seperti surat kabar pos kota memiliki pembaca berbeda
dibandingkan dengan pembaca surat kabar Kompas.
3.
Efek
penjadwalan kegiatan
4.
Efek penyaluran/
penghilang perasaan
5.
Efek perasaan
terhadap jenis media
Menurut Kappler
(1960) komunikasi masa juga memiliki efek:
1.
conversi, yaitu
menyebabkan perubahan yang diinginkan dan perubahan yang tidak diinginkan.
2.
memperlancar
atau malah mencegah perubahan
3.
memperkuat keadaan
(nilai, norma, dan ideologi) yang ada.
Efek komunikasi masa terhadap masyarakat dan kebudayaan
1.
Teori spiral
keheningan oleh Noelle-Newmann
2.
Teori Penentuan
Agenda oleh Combs dan Shaw
2.2. Teori-teori Komunikasi Massa
1.
Teori Jarum
Hipodermik (Hypodermic Needle Model) dari Elihu Katz.
Teori ini
berkembang di sekitar tahun 1930 hingga 1940an. Dan ini merupakan teori media
massa pertama yang ada. Teori ini mengasumsikan bahwa komunikator yakni media
massa digambarkan lebih pintar dan juga lebih segalanya dari audience.
Teori ini memiliki
banyak istilah lain. Biasa kita sebut Hypodermic needle (teori jarum suntik ),
Bullet Theory (teori peluru) transmition belt theory (teori sabuk transmisi).
Dari beberapa istilah lain dari teori ini dapat kita tarik satu makna , yakni
penyampaian pesannya hanya satu arah dan juga mempunyai efek yang sangat kuat
terhadap komunikan. Prinsip stimulus-respons telah memberikan inspirasi pada
teori jarum hipodermik. Suatu teori klasik mengenai proses terjadinya efek media
massa yang sangat berpengaruh.
Teori ini muncul
pada 1950an oleh Wilbur Schram, kemudian dicabut kembali pada tahun 1970an
karena khalayak sasaran media massa ternyata tidak pasif. Hal ini didukung oleh
Lazarsfeld dan Raymond Bauer.Lazarsfeld mengatakan bahwa khalayak yang diterpa
peluru tidak jatuh terjerembab (peluru tidak menembus, efek tidak seuai dengan
tujuan pnembak, sasaran senang ditembak). Sedangkan Bauer menyatakan bahwa
khalayak sebenarnya tidak pasif (mencari yang diinginkan dari media massa).
Pada tahun 1960an, muncul teory limited effect model oleh Hovland. Dia
menyatakan bahwa pesan komunikasi efektif dalam menyebarkan informasi, bukan
untuk mengubah perilaku.Coooper dan Jahoda menunjukan bahwa persepsi selektif
mengurangi efektivitas suatu pesan.
Jarum Hipodermik pada hakekatnya adalah model komunikasi searah,
berdasarkan anggapan bahwa mass media memiliki pengaruh langsung, segera dan
sangat menentukan terhadap audience.Mass media merupakan gambaran dari jarum
raksasa yang menyuntik audience yang pasif.Pada umumnya khalayak dianggap hanya
sekumpulan orang yang homogen danmudah dipengaruhi. Sehingga, pesan-pesan yang
disampaikan pada mereka akan selalu diterima, bahwa media secara langsung dan
cepat memiliki efek yang kuat tehadap komunikan.
Dari beberapa sumber teori ini bermakna :
o
Memprediksikan
dampak pesan pesan komunikasi massa yang kuat dan kurang lebih universal pada
semua audience ( Severin, Werner J.2005: 314
o
Disini dapat
dimaknai bahwa peran media massa di waktunya (sekitar tahun 1930an ) sangat
kuat sehingga audience benar mengikuti apa yang ada dalam media massa. Selain
itu teori ini juga di maknai dalam teori peluru karena apa yang di sampaikan
oleh media langsung sampai terhadap audience. (Nurudin . 2007 : 165
o
Kekuatan media
yang begitu dahsyat hingga bisa memegang kendali pikiran khalayak yang pasif
dan tak berdaya.
Dari sini kita ketahui bahwa teori peluru adalah :
Sebuah teori media
yang memiliki dampak yang kuat terhadap audiencenya sehingga tak jarang
menimbulkan sebuah budaya baru dan penyaampaiannya secara langsung dari
komunikator yakni media kepada komunikan ( audience ).
Dari uraian
tersebut diatas, dapat diambil contoh pada iklan air mineral yang bermerek
Aqua. Dimana pada saat produk air mineral ini dipublikasikan, secara langsung
bisa mempengaruhi asumsi khalayak bahwasanya air mineral itu adalah
aqua.Sehingga sampai saat ini aqua sudah terdoktrin di ingatan
khalayak.Walaupun sudah banyak merek-merek air mineral yang bermunculan.
Kelemahan dan kekuatan Teori Jarum Hipodermik
Pada dasarnya
setiap theory memmpunyai kekuatan dan juga kelemahan.Dan tentunya beberapa
teori tersebut hanya bisa berkembang di masanya dan juga mengalami
penyempurnaan seperti teori ini yang juga terus mengalami perkembangan.
Kekuatan teori jarum suntik :
o
media memiliki
peranan yang kuat dan dapat mempengaruhi afektif, kognisi dan behaviour dari
audiencenya.
o
Pemerintah
dalam hal ini penguasa dapat memanfaatkan media untuk kepentingan birokrasi (
negara otoriter )
o
Audience dapat
lebih mudah di pengaruhi.
o
Pesanya lebih
mudah dipahami.
Sedikit kontrol karena masyarakat masih dalam kondisi homogen.
Kelemahan teori jarum suntik :
o
Keberadaan
masyarakat yang tak lagi homogen dapat mengikis teori ini tingkat pendidikan
masyarakat yang semakin meningkat. Meningkatnya jumlah media massa sehingga
masyarakat menentukan pilihan yang menarik bagi dirinya.
o
Adanya peran
kelompok yang juga menjadi dasar audience untuk menerima pesan dari media
tersebut.
2.
Teori Kultivasi
Gagasan tentang
cultivation theory atau teori kultivasi untuk pertama kalinya dikemukakan oleh
George Gerbner bersama dengan rekan-rekannya di Annenberg School of
Communication di Universitas Pannsylvania tahun 1969 dalam sebuah artikel
berjudul the televition World of Violence. Artikel tersebut merupakan tulisan
dalam buku bertajuk Mass Media and Violence yang disunting D. Lange, R. Baker
dan S. Ball (eds).
Awalnya, Gerbner
melakukan penelitian tentang “Indikator Budaya” dipertengahan tahun 60-an untuk
mempelajari pengaruh menonton televisi. Dengan kata lain, Gerbner ingin
mengetahui dunia nyata seperti apa yang dibayangkan, dipersepsikan oleh
penonton televisi itu? Itu juga bisa dikatakan bahwa penelitian kultivasi yang
dilakukannya lebih menekankan pada “dampak” (Nurudin, 2004: 157). Menurut Wood
(2000) kata ‘cultivation’ sendiri merujuk pada proses kumulatif dimana televisi
menanamkan suatu keyakinan tentang realitas sosial kepada khalayaknya.
Teori kultivasi
muncul dalam situasi ketika terjadi perdebatan antara kelompok ilmuwan
komunikasi yang meyakini efek sangat kuat media massa (powerfull effects model)
dengan kelompok yang mempercayai keterbatasan efek media (limited effects
model), dan juga perdebatan antara kelompok yang menganggap efek media massa
bersifat langsung dengan kelompok efek media massa bersifat tidak langsung atau
kumulatif. Teori kultivasi muncul untuk meneguhkan keyakinan orang, bahwa efek
media massa lebih besifat kumulatif dan lebih berdampak pada tataran
sosial-budaya ketimbang individual.
Menurut
Signorielli dan Morgan (1990 dalam Griffin, 2004) analisis kultivasi merupakan
tahap lanjutan dari paradigma penelitian tentang efek media, yang sebelumnya dilakukan
oleh George Gerbner yaitu ‘cultural indicator’ yang menyelidiki: a) proses
institusional dalam produksi isi media,
b) image (kesan) isi media,
c) hubungan antara terpaan pesan televisi dengan keyakinan dan
perilaku khalayak.
Teori kultivasi
ini di awal perkembangannya lebih memfokuskan kajiannya pada studi televisi dan
audience, khususnya pada tema-tema kekerasan di televisi. Tetapi dalam
perkembangannya, ia juga bisa digunakan untuk kajian di luar tema kekerasan.
Misalnya, seorang mahasiswa Amerika di sebuah universitas pernah mengadakan
pengamatan tentang para pecandu opera sabun (heavy soap opera).Mereka, lebih
memungkinkan melakukan affairs (menyeleweng), bercerai dan menggugurkan
kandungan dari pada mereka yang bukan termasuk kecanduan opera sabun (Dominick,
1990).
Gerbner bersama
beberapa rekannya kemudian melanjutkan penelitian media massa tersebut dengan
memfokuskan pada dampak media massa dalam kehidupan sehari-hari melalui
Cultivation Analysis. Dari analisis tersebut diperoleh berbagai temuan yang
menarik dan orisional yang kemudian banyak mengubah keyakinan orang tentang
relasi antara televisi dan khalayaknya berikut berbagai efek yang
menyertainya.Karena konteks penelitian ini dilakukan dalam kaitan merebaknya
acara kekerasan di televisi dan meningkatnya angka kejahatan di masyarakat,
maka temuan penelitian ini lebih terkait efek kekerasan di media televisi
terhadap persepsi khalayaknya tentang dunia tempat mereka tinggal.
Salah satu temuan
terpenting adalah bahwa penonton televisi dalam kategori berat (heavy viewers)
mengembangkan keyakinan yang berlebihan tentang dunia sebagai tempat yang
berbahaya dan menakutkan.Sementara kekerasan yang mereka saksikan ditelevisi
menanamkan ketakutan sosial (sosial paranoia) yang membangkitkan pandangan
bahwa lingkungan mereka tidak aman dan tidak ada orang yang dapat dipercaya.
Gerbner berpendapat bahwa media massa menanamkan sikap dan nilai tertentu.
Media pun kemudian memelihara dan menyebarkan sikap dan nilai tersebut antar
anggota masyarakat, kemudian mengiktannya bersama-sama pula. Media mempengaruhi
penonton dan masing-masing penonton itu menyakininya. Jadi, para pecandu
televisi itu akan punya kecenderungan sikap yang sama satu sama lain.
George Gerbner “the television Word of Violence”.
Asumsi Teori:
o
Televisi merupakan media yang unik
o
Semakin banyak seseorang menghabiskan waktu untuk menonton televisi, semakin kuat kecenderungan orang
menyamakan realitas televisi dengan realitas sosial.
o
Light viewers (penonton ringan)
cenderung menggunakan jenis media dan sumber informasi yang lebih bervariasi.
Sementara Heavy viewers (penonton
berat) cenderung mengandalkan televisi sebagai sumber informasi mereka.
o
Terpaan pesan televisi yang terus
menerus menyebabkan pesan tersebut diterima khalayak sebagai pandangan
konsensus masyarakat.
o
Televisi membentuk mainstreaming
(kemampuan memantapkan dan menyeragamkan
berbagai pandangan di masyarakat tentang dunia di sekitar mereka) dan resonance
(pengaruh pesan media dalam persepsi realita dikuatkan ketika apa yang dilihat
orang di televisi adalah apa yang mereka lihat dalam kehidupan nyata.
o
Perkembangan teknologi baru memperkuat
pengaruh televisi.
Para pecandu berat
televisi (heavy viewers) akan menganggap bahwa apa yang terjadi di televisi
itulah dunia senyatanya. Misalnya, tentang perilaku kekerasan yang terjadi di
masyarakat. Para pecandu berat televisi akan mengatakan sebab utama munculnya
kekerasan karena masalah sosial (karena televisi yang ditonton sering
menyuguhkan berita dan kejadian dengan motif sosial sebagai alasan melakukan
kekerasan). Pada hal bisa jadi sebab utama itu lebih karena keterkejutan budaya
(cultural shock) dari tradisional ke kehidupan modern.Teori kultivasi
berpendapat bahwa pecandu berat televisi membentuk suatu realitas yang tidak
konsisten dengan kenyataan.
Termasuk di sini
konflik antara orang tua dan anak. Kognisi penonton akan mengatakan saat ini
semua anak memberontak kepada orang tua tentang perbedaan antara keduannya,
seperti “orang tua kuno, ketinggalan zaman.” Mereka yakin bahwa televisi adalah
potret sesungguhnya dunia nyata. Padahal seperti yang bisa dilihat, tidak
sedikit anak-anak yang masih hormat atau bahkan masih mengiyakan apa yang
dikatakan orang tua mereka.
Pada kateori
aplikasi teori kultivasi dalam kaca mata kekerasan, Gerbner juga berpendapat
bahwa gambaran tentang adegan kekerasan di televisi lebih merupakan pesan
simbolik tentang hukum dan aturan, alih-alih perilaku kekerasan yang
diperlihatkan di televisi merupakan refleksi kejadian di sekitar kita.Jika
adegan kekerasan itu merefleksikan aturan hukum yang tidak bisa mengatasi
situasi, seperti yang digambarkan dalam adegan televisi, bisa jadi yang terjadi
sebenarnya juga demikian.Jadi, kekerasan yang ditayangkan di televisi dianggap
sebagai kekerasan yang memang sedang terjadi di dunia ini. Aturan hukum yang
biasa digunakan untuk mengatasi perilaku kejahatan yang dipertontonkan di
televisi akan dikatakan bahwa seperti itulah hukum kita sekarang ini.
Jika kita menonton
acara seperti Buser (SCTV), Patroli (Indosiar), Sergap (RCTI), Brutal (Lativi)
dan TKP malam (TV7), akan terlihat beberapa perilaku kejahatan yang dilakukan
masyarakat. Dalam acara tersebut tidak sedikit kejahatan yang bisa
diungkap.Dalam pandangan kultivasi dikatakan adegan kekerasaan yang disajikan oleh
televisi tersebut menggambarkan dunia kita yang sebenarnya. Para pecandu berat
televisi akan beranggapan bahwa harus hati-hati keluar rumah karena kejahatan
sudah mengincar kita, dan setiap orang tidak bisa dipercaya, boleh jadi kita
akan menjadi korban selanjutnya dari kejahatan. Apa yang ditayangkan televisi
tersebut dianggap bahwa di Indonesia kejahatan itu sudah sedemikian mewabah dan
kuantitasnya semakin meningkat dari waktu ke waktu. Ini menggambarkan bagaimana
dunia kejahatan yang ada di Indonesia.
Contoh lain
sinetron yang lagi merebak sekarang di berbagai stasiun televisi kita, antara
lain sinetron Rahasia ilahi yang hampir ditanyangkan oleh semua televisi
swasta. Para pecandu berat televisi (heavy viewers) akan menganggap bahwa apa
yang terjadi di televisi itulah dunia realitas. Mereka beranggapan bahwa tuhan
Islam itu kejam, pendendam, tukang siksa dan sebagainya.Seperti itulah anggapan
orang terhadap tuhan Islam.Pada hal tuhan Islam (Allah SWT) yang sebenarnya
adalah Zat yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang tidak seperti yang
tergambarkan pada beberapa adegan pada sinetron Rahasia Ilahi.
Demikian sekelumit
contoh-contoh aplikasi teori kultivasi.Teori kultivasi sebenarnya menawarkan
kasus yang sangat masuk akal, khususnya dalam tekannya pada kepentingan
televisi sebagai media dan fungsi simbolik di dalam konteks budaya.Akan tetapi,
teori ini tidak lepas dari sasaran kritik.Gerbner telah dikritik karena terlalu
menyederhanakan permasalahan. Perilaku kita boleh jadi tidak hanya dipengaruhi
oleh televisi, tetapi oleh banyak media yang lain, pengalaman langsung, orang
lain yang berhubungan dengan kita dan sebagainya.
3.
Teori Two step
flow theory (teori komunikasi dua tahap) dari Katz dan Lazarsfeld
Media Massa —> Pesan-pesan —> Opinion Leaders—> Followers
(Mass Audience)
Konsep komunikasi
dua tahap (two step flow of communication) pada awalnya berasal dari Paul Felix
Lazarsfeld, Bernard Berelson dan Hazel Gaudet yang berdasarkan pada
penelitiannya menyatakan bahwa ide-ide seringkali datang dari radio dan surat
kabar yang ditangkap oleh pemuka pendapat (opinion leaders) dan dari mereka ini
berlalu menuju penduduk yang kurang giat. Hal ini pertama kali diperkenalkan
oleh Lazarsfeld pada tahun 1944.Kemudian dikembangkan oleh Elihu Katz di tahun
1955.
Pada awalnya para
ilmuan berpendapat bahwa efek yang diberikan media massa berlaku secara
langsung seperti yang dikatakan oleh teori jarum suntik. Akan tetapi Lazarsfeld
mempertanyakan kebenarannya. Pada saat itu, mungkin saja dia mempertanyakan apa
hubungan antara media massa dan masyarakat pengguna media massa saat kampanye
pemilihan presiden berlangsung. Selain itu keingintahuan Lazarsfeld terhadap
apa saja efek yang diberikan media massa pada masyarakat pengguna media massa
pada saat itu serta cara media massa menyampaikan pengaruhnya terhadap
masyarakat.
Lazarsfeld yang
pada saat itu melakukan observasi yang kemudian menemukan kesimpulan yang
sedikit bertolak belakang dengan apa yang diyakini sebelumnya. Hal yang
ditemukan Lazarsfeld bahwa terdapat banyak hal yang terjadi saat media massa
menyampaikan pesannya. Cara kerja media massa dalam mempengaruhi opini
masyarakat terjadi dalam dua tahap. Disebut dua tahap karena model komunikasi
ini dimulai dengan tahap pertama sebagai proses komunikasi massa, yaitu sumbernya
adalah komunikator kepada pemuka pendapat. Kedua sebagai proses komunikasi
antarpersonal, yaitu dimulai dari pemuka pendapat kepada pengikut-pengikutnya.
Proses tersebut bisa digambarkan seperti bagan di bawah ini:
© Teori
ini berasumsi bahwa media tidak membuat orang langsung terpengaruh oleh muatan
informasi yang dibawahnya.
© Sejumlah
penelitian menunjukkan bahwa proses pengaruh terjadi justeru melalui
perantaraan orang-orang yang dikenal dengan
sebutan pemuka pendapat (opinion leader).
© Pemuka
pendapat ini pula yang berperan dalam merekomendasikan dan mengkonfirmasi
perubahan sikap dan perilaku masyarakat di sekitarnya.
© Jadi,
pemimpinlah yang menjadi target pesan media massa, yang diharapkan dapat mempengaruhi pendapat para pengikutnya (Josep A
Devito, 1997)
Teori ini
memperlihatkan bahwa pengaruh media itu kecil, ada variabel lain yang lebih
bisa mendominasi dalam mempengaruhi masing-masing penonton. Hal ini dapat
dicontohkan pada dua orang yang sedang menonton sebuah iklan motor di TV. Orang
pertama berkeyakinan bahwa motor yang ditayangkan dalam iklan tersebut adalah
paling bagus daripada motor lainnya, karena ia pun telah mencoba dan
membuktikannya. Dan akhirnya ia menceritakan hal itu kepada penonton lain yang
kebetulan sedang mencari motor yang dianggap baik pula. Setelah itu, penonton
kedua pun mendapat keyakinan yang sama, Sehingga ia membeli motor yang serupa.
Dari contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel lain yang dianggap lebih
bisa mendominasi daripada media adalah seseorang terdekat yang memberi pengaruh
kuat pada orang lainnya.
Kelemahan:
o
Kurang
memperhatikan audiens, karena tidak memperhatikan aliran pesan kepada audiens
o
Model ini juga
tidak menunjukkan dampak media kepada audiens, karena yang dilihat hanya aspek
penafsiran pemimpin opini meskipun pesan-pesan yang disampaikan berasal dari
media massa.
Kritik Wilbur Schramm & William Porter (1982):
o
Tidak selalu
informasi yang disampaikan media massa (mis. TV) proses penerimaannya
berdasarkan pertimbangan opinion leader.
o
Biasanya para
opinion leader memiliki SSE, SSP, SSP lebih tinggi daripada audiens, jadi
mereka terbiasa dengan komunikasi massa dibandingkan para pengikutnya.
4.
Teori Uses and
Gratification
Teori yang
dikemukakan oleh Blumler, Gurevitch dan Katz (Griffin, 2003) ini menyatakan
bahwa pengguna media memainkan peran yang aktif dalam memilih dan menggunakan
media. Pengguna media menjadi bagian yang aktif dalam proses komunikasi yang
terjadi serta berorientasi pada tujuannya dalam media yang digunakannya.
Littlejohn menyatakan bahwa teori ini menekankan fokus pada individu khalayak
ketimbang pesan dari media itu sendiri.
Model Uses and
Gratification yang dikemukakan oleh Elihu Katz (1974), mengemukakan bahwa
khalayak aktif menggunakan media massa dan karena adanya dorongan untuk
memenuhi kebutuhan.
Apa yang mendorong
anda menggunakan media massa? Alasan-alasan apa yang mendasari anda mengunakan
suatu jenis media ? Dalam situasi dan kondisi bagaimana anda menggunakan media
massa? Cukupkah satu jenis media memenuhi kebutuhan anda, ataukah anda
menggunakan lebih dari satu jenis media untuk informasi yang sama atau jenis
media yang berbeda untuk informasi yang berbeda ? Apakah anda menggunakan media
sambil melakukan aktifitas lain ? Apakah anda mendasarkan pendapat anda pada
media tertentu dan mengunakan media massa secara rutin, pada saat membutuhkan
saja atau karena terpaksa menggunakan suatu jenis media tertentu (karena tidak
ada pilihan) ? Dan sekian banyak pertanyaan yang berkaitan dengan perpektif
Uses and Gratification (penggunaan dan kepuasan).
Menurut Blumler
dan Katz (1974, dalam Fiske, 2007:213-214) beberapa asumsi mendasar dari uses
and gratifications adalah sebagai berikut:
a.
Khalayak itu
aktif. Khalayak bukanlah penerima yang pasif atas apa pun yang media siarkan.
Khalayak memilih dan menggunakan isi program.
b.
Para anggota
khalayak secara bebas menyeleksi media dan program-programnya yang terbaik yang
bisa mereka gunakan untuk memuaskan kebutuhannya.
c.
Media bukanlah
satu-satunya sumber pemuasan kebutuhan.
d.
Orang bisa atau
dibuat bisa menyadari kepentingan dan motifnya dalam kasus-kasus tertentu.
e.
Pertimbangan
nilai tentang signifikansi kultural dari media massa harus dicegah. Semisal,
tidaklah relevan untuk menyatakan program-program infotainment itu sampah, bila
ternyata ditonton oleh sekian juta penonton.
Faktor personal
yaitu demografis individu seperti faktor usia, jenis kelamin, pendidikan,
penghasilan, pengetahuan dan psikologis dsb serta faktor lingkungan sosial
seperti organisasi, sistem sosial, dan struktur sosial dan sebagainya sebagai
antesenden pada motif orang. Sedangkan motif sendiri dapat diartikan sebagai
dorongan pada diri individu untuk bereaksi tertentu pada situasi dan kondisi
tertentu, termasuk pada saat dihadapkan dengan media massa. Berbagai macam
kebutuhan yang memotivasi orang mengapa mengunakan media.
Tingkatan
kebutuhan yang dimaksud dapat dilihat pada apa yang disampaikan oleh Maslow,
maupun klasifikasi kebutuhan dalam proses komunikasi massa yang disampaikan
oleh Katz dalam Severin and Tankard (1997:333), yaitu :
a.
Coqnitive Needs
( memperoleh informasi, pengetahuan dan pengertian)
b.
Affective Needs
(pemenuhan kebutuhan emosi dan estetika)
c.
Personal
integration Needs (kredibilitas, konfiden, status dan stabilitas)
d.
Social
Integration Needs (kontak dengan famili, kawan, dan penerimaan oleh lingkungan)
e.
Tention and
relax needs ( kebutuhan untu melepas kejenuhan, rilek, hiburan, sesuatu yang
berubah / berbeda dari rutinitas).
Mc Quail, Blumer,
Brown (1972) dalam Severin and Tankard (1997: 332) mengkategorikan “kebutuhan
dan gratifikasi khalayak” adalah:
a.
Divertion
(escape from routine and problem (lepas dari rutinitas dan masalah sehari-
hari), pemenuhan kebutuhan emosi; santai, senang, hiburan dsb)
b.
Personal
relationship (informasi dari media sebagai bahan untuk sosialisasi dengan orang
lain)
c.
Personal
indentity or individual Psycology (mencari penguatan atau peneguhan indentitan
diri, memperoleh pengetahuan, pengertian, dan mempelajari realitas yang ada)
d.
Survenillance
(informasi tentang sesuatu hal, yang mungkin dibutuhkan pada suatu waktu
tertentu olehnya)
Sebelum mengunakan
media, khalayak memiliki harapan-harapan tertentu sebelum menggunakan media,
seberapa besar media yang ia gunakan dapat memenuhi sekian banyak jenis
kebutuhan? Harapan penguna tentunya berbagai kebutuhan tersebut dapat semuanya
dapat dipenuhi media massa yang jumlahnya tidak banyak dan tidak sulit
mendapatkanya. Namun kalau melihat tidak terbatasnya motif dan kebutuhan
manusia prioritas harapan khalayak sebagai hal yang realistik yang mengarahkan
pola pengunaan media.
Sedangkan pola
pengunaan media dapat diartikan sebagai jumlah waktu (durasi), frekuensi,
tingkat perhatian dan keterlibatan ia mengunakan media. Semakin banyak waktu
yang dialokasikan dan frekuensi mengunakan media akan memperbesar jenis media
dan jenis isi yang diperolehnya, demikian juga tingkat perhatian ia pada saat
ia mengunakan media akan membedakan persepsinya pada isi media.
Seberapa besar
intensitas kepuasan ia setelah mengunakan suatu jenis media? Dapatkah kebutuhan
tersebut dipenuhi oleh satu jenis media massa atau lebih jenis media massa,
ataukah harus dipenuhi pula oleh media komunikasi yang lain (face to face
communication, komunikasi dengan kelompok pergaulan dsb). Dengan demikian efek
yang dapat dijelaskan dalam model ini adalah sejauhmana pemuasan berbagai
kebutuhan dan konsekuensi lain setelah mengunakan media massa.
Katz melihat
alasan penggunaan media massa dengan motif (dorongan dari dalam diri untuk
bereaksi tertentu dan dalam siatuasi tertentu) dan alasan yang rasional,
padahal tidak saja khalayak tersebut menggunakan alsan yang rasional saja,
tidak jarang khalayak mengunakan media massa karena kebetulan bahkan mungkin
terpaksa mengunakan suatu media karena tidak ada media massa lain yang dapat
digunakan, atau tidak dapat memilih jenis isinya.
Kita ambil contoh,
sambil menunggu pelayanan obat di apotik, maka individu menggunakan media
televisi yang ada. Penggunaan media ini mungkin karena hanya faktor kebetulan
saja, atau mungkin tidak ada media lain yang dapat anda gunakan (artinya anda
terpaksa menggunakannya), dan anda terpaksa menggunakan jenis isi yang ada
dalam suatu canel karena ditonton bersama-sama. Penggunaan disini bukan karena
alasan yang rasional, memang anda membutuhkan informasi dari suatu media,
tetapi mungkin anda memiliki alasan tidak rasional mengunakan media massa
tersebut hanya untuk mengisi waktu luang saja.
Perse and Courtright
(1993) dalam Tankard (1997 : 334) mengindentifikasikan 11 jenis Needs
(kebutuhan) baik dalam komunikasi massa maupun komunikasi antar persona, yaitu
:
a.
To relax
b.
To be
entertained
c.
To forget work
or other thing
d.
To have to do
with friends
e.
To pass the time
away
f.
To feel excited
g.
To Fell less
lonely
h.
To satisfy a
habit
i.
To learn things
abouth my self and others
j.
To let others
know I care abouth their feelings
k.
To get someones
to do samething for me
Secara umum, inilah kelebihan dan kelemahan dari uses and gratifications:
Kelebihan :
a.
Memfokuskan
perhatian pada individu dalam melihat proses komunikasi massa.
b.
Respek pada
kemampuan intelektual dari pengguna media.
c.
Menyediakan
analisis yang mencerahkan bagaimana pengguna berinteraksi dengan isi media
d.
Membedakan antara
pengguna yang aktif dengan yang pasif.
e.
Mempelajari
media sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari.
f.
Menyediakan
wawasan yang berguna untuk dalam proses adopsi terhadap media baru.
Kekurangan :
a.
Bergantung pada
analisis fungsional, yang dapat menciptakan bias terhadap status quo.
b.
Tidak dapat
dengan mudah memberi petunjuk ada tidaknya efek.
c.
Banyak
konsep-konsep kuncinya dikritik, karena tidak dapat diukur
d.
Terlalu
berorientasi pada level mikro.
(Baran & Davis, 2009:242)
5.
Teori Proses
Selektif
Teori proses
selektif ( selective processes theory) ini merupakan hasil penelitian lanjutan
tentang efek media massa pada Perang Dunia II yang mengatakan bahwa penerimaan
selektif media massa mengurangi sejumlah dampak media. Teori ini menilai orang
cenderung melakukan selective exposure (terpaan selektif).Mereka menolak pesan
yang berbeda dengan kepercayaan mereka.
Tahun 1960, Joseph
Klapper menerbitkan kajian penelitian efek media massa yang tergabung dalam
penelitian pasca perang tentang persuasi, pengaruh pesona dan proses selektif.
Klapper menyimpulkan bahwa pengaruh media itu lemah, presentase pengaruhnya
kecil bagi pemilih dalam pemilihan umum, pasar saham, dan para pengiklan.
6.
Teori
Pembelajaran Sosial
Selama beberapa
tahun kesimpulan Klapper dirasakan kurang memuaskan.Penelitian dimuali lagi
dengan memakai pendekatan baru, yang dapat menjelaskan pengaruh media yang tak
dapat disangkal lagi, terutama televisi, terhadap remaja. Muncullah teori baru
efek media massa yaitu sosial learning theory (teori pembelajaran sosial).
Teori ini kini diaplikasikan pada perilaku konsumen, kendati pada awalnya
menjadi bidang penelitian komunikasi massa yang bertujuan untuk memahami efek
terpaan media massa.
Berdasarkan hasil
penelitian Albert Bandura, teori ini menjelaskan bahwa pemirsa meniru apa yang
mereka lihat di televisi, melalui suatu proses observational learning
(pembelajaran hasil pengamatan) Klapper menganggap bahwa ”ganjaran” dari
karakter TV diterima mereka sebagai perilaku antisosial, termasuk menjadi toleran
terhadap perilaku perampokan dan kriminalitas, menggandrungi kehidupan glamor
seperti di televisi.
2.3. Citra, Iklan, dan Gender
Secara umum, citra
perempuan dalam iklan yang ditayangkan mediamassa di Indonesia saat ini jelas
menempatkan tubuh sebagai pusat makna.Sebagai gambaran bagaimana bergesernya
pusat pencitraan menuju tubuh, lihatlahsebuah iklan yang pernah terbit pada
surat kabarStar Weeklypada tahun 50-anmengenai bir, yakni iklan“Java Bier”.
Dalam iklan ini terdapat gambaran kehidupan sebuah keluarga pribumi.Sang ayah
duduk santai (mungkin sedang menikmatileisure time) di berandarumah yang teduh
dan nyaman mengenakan jas dan kopiah membaca surat kabar,sementara sang
(perempuan) istri dengan pakaian kebaya (Jawa) datangmenyuguhkan segelas bir.
Dua anak laki-laki dan perempuan berdiri bermainboneka di dekat mereka. Di
samping gambar tersebut terdapat gambar orang minum bir dengan kalimat, ”Orang
tegap dan koeat minoem Java Bier”.
Yang luar biasa
dari iklan ini adalah terdapat kesan atau citra bahwaseolah-olah bir sudah
menjadi minuman sehari-hari seperti kopi, teh atau yanglain.Citra tersebut
tidak ditampilkan dengan bahasa yang rumit. Proposisi dalamteks tulisan juga
sangat koheren: bahwa bapak yang sehat dan kuat, ulet bekerja,pada akhirnya akan
mendapat kedudukan yang layak, patut dihormati dandikagumi. Orang-orang semacam
inilah yang minum “Java Bier”.Pada iklan tersebut rupanya citra tentang
“kejantanan” masih dinyatakansecaraimplisit alias tidak terang-terangan. Dalam
iklan tersebut keperkasaandicitrakan dengan keberhasilan sang bapak yang
mencapai kedudukan bagusdalam masyarakat dan dalam pekerjaannya sehingga bisa
menjadi kepala keluargayang sukses. Di situ, tubuh belum memainkan peran
sentral dari pencitraan.
Bandingkan dengan
iklan bir zaman sekarang yang secara terang-teranganmengekplorasi citra
“kejantanan” dan “keseksian” sebagai pusat citra, yaknidengan menggunakan citra
perempuan melalui tubuhnya dalam konotasi seksual.Contoh lain, pada tahun 1941
dalam Almanak Bale Poestaka(Volksalmanak Djawi)terbit iklan sabun mandi
Lifebuoy.
Ilustrasi iklan
tersebutmenggambarkan seorang laki-laki berjas, bersarung dan lagi-lagi
memakaikopiah, duduk diapit dua perempuan dengan rambut diikat di belakang
memakai baju “modern” dengan kain panjang khas “pribumi”. Si laki-laki
tersenyumbangga, percaya diri dan sedikit sombong menghisap sebatang rokok.
Gadis yangsatu menyalakan api untuk si laki-laki, sedangkan gadis yang satunya
menyodorisegelas minuman, sementara ada dua laki-laki di belakangnya kelihatan
melototterkagum-kagum. Dalam iklan tersebut, pusat pencitraan adalah laki-laki,
ataulebih tepatnya tubuh laki-laki sebagai simbol kegagahan.Pusat pencitraan
tidak terletak pada tubuh perempuan.Bandingkan dengan iklan sabun mandi
Lifebuoy zaman sekarang yang menyandarkan acuan citra pada kondisi ideal dari
sebuahkeluarga.Atau bandingkan dengan mayoritas iklan sabun di televisi kita
sekarangdimana hampir semuanya menempatkan tubuh perempuan sebagai
pusatpencitraan.
Metode Pendekatan Massa ( Mass Approach Method)
Cara pendekatan
komunikasi ini dilakukan dengan tujuan untuk memberikan pengetahuan awal serta
kesadaran bagi petani tentang suatu inovasi yang berguna dalam meningkatkan
hasil produksi usahatani mereka. Penyampaian pesan melalui cara ini biasanya
disampaikan dalam pertemuan massal, melalui media massa: televisi, koran, film
dan sebagainya. Pendekatan ini kurang efektif bagi petani-petani di Indonesia
umumnya dan di Nusa Tenggara Timur khususnya, karena beberapa faktor berikut:
(a) tidak bisa dipantau ataupun dievaluasi secara pasti keberhasilan yang telah
dicapai oleh para petani; (b) wilayah jangkauan pendekatan sasaran terlalu
luas; (c) rendahnya daya tangkap masyarakat petani, karena mereka rata-rata
berpendidikan sangat rendah; dan (d) harga beberapa media yang digunakan
seperti televisi dan koran sangat sulit dijangkau oleh tingkat ekonomi para
petani.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Komunikasi
merupakan suatu tindakan (action) yang selalu dilakukan dan sangat penting
untuk menyelaraskan pemikiran, makna dan pesan yang disampaikan komunikator
kepada komunikan. Dapat dikatakan pula komunikasi sebagai transfer atau proses
pemindahan ide, pesan atau informasi dari komunikator kepada bkomunikan baik
secara langsung maupun menggunakan perantara. Perantara yang dimaksud disini
adalah media, maka muncul istilah Media komunikasi massa yang terdiri dari
media cetak dan media elektronik.
Dalam
perkembangannya komunikasi massa mempunyai pengaruh yang sangat signifikan
terhadap perubahan budaya dan perilaku baik pola pikir maupun pola hidup
masyarakat yang terangkum dalam suatu perilaku.
Media komunikasi
massa mempunyai peranan penting dalam membentuk jati diri bangsa, diamping itu
pula memiliki peran yang dapat mengubah budaya dimasyarakat sehingga nilai
serta norma – norma terkadang melenceng dari aturan yang telah lama melekat dan
akhirnya menjadi pandangan hidup bangsa.
Komunikasi massa
merupakan komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak maupun elektronik
yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang melembagakan dan ditujukan
kepada sejumlah besar orang yang tersebar dibanyak tempat, anonim dan heterogen
( Dedy Mulyana, 2000 ), maksud dari pengertian tersebut, salah satu jenis –
jenis dari bentuk komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang
tersebar, bermacam – macam dan tanpa nama melalui media cetak atau elektronik
sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat.
3.2 Saran
Kemampuan
bernegosiasi memerlukan manajemen diri dan komunikasi yang baik agar dapat
mengetahui motif, pilihan, alternatif, kepribadian, pengaruh terhadap
pengambilan keputusan dan interaksi terhadap orang-orang yang ada di
sekitarnya, sehingga dapat memiliki gaya komunikasi yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Littlejohn, Stephen W. Theories of Human Communication.
Seventh edition.
Nurudin, 2003, Komunikasi
Massa, Malang: CESPUR.
Warsito, 2005, Pengantar Ilmu
Komunikasi, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Jalaluddin Rakhmat, 1994, Psikologi
Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Shoemaker & Reese, 1996, Mediating
the Message: Theories of Influences on Mass Media Content, USA:Longman.
Dennis McQuail, Teori
Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, Erlangga, Jakarta, 1987;
William R. Rivers at.al.,2003. Media Massa dan Masyarakat Modern:
Edisi Kedua, Prenada Media, Jakarta
Winarni.2003. Komunikasi Massa: Suatu
Pengantar, UMM Press; Wkipedia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar