Jumat, 09 November 2012

pemberdayaan masyarakat

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Upaya pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari sisi keberadaannya sebagai suatu program ataupun sebagai suatu proses. Pemberdayaan sebagai suatu proses dapat dilihat dari tahapan-tahapan kegiatan guna mencapai suatu tujuan, yang biasanya telah ditentukan jangka waktunya. Namun, ada pula yang melihat pemberdayaan sebagai suatu proses. Sebagai suatu proses pemberdayaan merupakan proses yang berkesinambungan sepanjang hidup seseorang (on going process).
Proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan,yaitu kecenderungan primer dan kecenderungan sekunder. Kecenderungan primer merupakan proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu yang bersangkutan menjadi lebih berdaya. Proses ini dapat dilengkapi dengan upaya membangun asset material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi.
Kecenderungan sekunder yaitu menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi agar individu mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog sesungguhnya di antara kedua proses tersebut.

1.2. Tujuan

- Mengetahui pengertian dari pemberdayaan dalam masyarakat
- Mengetahui kasus pemberdayaan masyarakat yang terjadi disekitar kita
- Mampu menganalisis studi kasus mengenai pemberdayaan



BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Penegertian Pemberdayaan

Menurut Hogan dalam Rukminto, proses pemberdayaan individu sebagai suatu proses yang relatif terus berjalan sepanjang usia manusia yang diperoleh dari pengalaman individu tersebut dan bukannya suatu proses yang berhenti pada suatu masa saja (empowering is not an end state, but a process that all human experience).
Hogan menggambarkan proses pemberdayaan yang berkesinambungan sebagai suatu siklus yang terdiri dari lima tahapan utama, yaitu:
  • Menghadirkan kembali pengalaman yang memberdayakan
  • Mendiskusikan alasan mengapa terjadi pemberdayaan dan ketidakberdayaan
  • Mengidentifikasikan suatu masalah ataupun proyek
  • Mengidentifikasikan basis daya yang bermakna untuk melakukan perubahan
  • Mengembangkan rencana-rencana aksi dan mengimplementasikannya

Jadi, pemberdayaan ekonomi masyarakat pada hakikatnya merupakan suatu proses yang dinamis, menuntut adanya dinamika masyarakat dalam meningkatkan pendapatan per kapita untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari guna mengantisipasi dan mempersiapkan kondisi ekonomi di masa mendatang.
Sangat beragam definisi pemberdayaan masyarakat yang berkembang hingga saat ini, salah satunya adalah definisi yang dikemukakan oleh Ife (1995:182), “Providing people with the resources, opportunities, knowledge and skills to increase their capacity to determine their own future, and to participate in and affect the life of their community”. (Menyiapkan kepada masyarakat berupa sumber daya, kesempatan, pengetahuan dan keahlian untuk meningkatkan kapasitas diri masyarakat di dalam menentukan masa depan mereka, serta berpartisipasi dan mempengaruhi kehidupan dalam komunitas masyarakat itu sendiri).
Berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Korten, dalam konteks pekerjaan sosial, Payne dalam Adi (2003:h.54) mengemukakan bahwa: “Proses pemberdayaan pada intinya ditujukan guna membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan dia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang dia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya”.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut diatas, pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses untuk meningkatkan kemampuan atau kapasitas masyarakat dalam memamfaatkan sumber daya yang dimiliki, baik itu sumber daya manusia (SDM)  maupun sumber daya alam (SDA) yang tersedia dilingkungannya agar dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Namun upaya yang dilakukan tidak hanya sebatas untuk meningkatkan kemampuan atau kapasitas dari masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, tetapi juga untuk membangun jiwa kemandirian masyarakat agar berkembang dan mempunyai motivasi yang kuat dalam berpartisipasi dalam proses pemberdayaan. Masyarakat dalam hal ini menjadi pelaku atau pusat proses pemberdayaan. Hal ini juga dikuatkan oleh pendapat Sumodingrat (2009:7), yang mengemukakan bahwa masyarakat adalah makhluk hidup yang memiliki relasi sosial maupun ekonomi, maka pemberdayaan sosial merupakan suatu upaya untuk membangun semangat hidup secara mandiri dikalangan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup masing-masing secara bersama-sama.
Dalam upaya pemberdayaan masyarakat perlu adanya suatu strategi yang nantinya dapat meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat. Salah satu strategi yang tidak umum dipakai dalam proses pemberdayaan masyarakat adalah pendampingan. Menurut Sumodiningrat (2009:106), pendampingan merupakan kegiatan yang diyakini mampu mendorong terjadinya pemberdayaan fakir miskin secara optimal. Perlunya pendampingan dilatarbelakangi oleh adanya kesenjangan pemahaman diantara pihak yang memberikan bantuan dengan sasaran penerima bantuan. Kesenjangan dapat disebabkan oleh berbagai perbedaan dan keterbatasan kondisi sosial, budaya dan ekonomi. Dalam melaksanakan tugasnya, para pendamping memposisikan dirinya sebagai perencana, pembimbing, pemberi informasi, motivator, penghubung, fasilitator, dan sekaligus evaluator.
Sumodiningrat (2009:104-106) lebih dalam menjelaskan bahwa bagi para pekerja sosial dilapangan, kegiatan pemberdayaan dapat dilakukan melalui pendampingan sosial. terdapat 5 (lima) kegiatan penting yang dapat dilakukan dalam melakukan pendampingan sosial, yaitu:

·      Motivasi
Masyarakat khususnya keluarga miskin perlu didorong untuk membentuk kelompok untuk mempermudah dalam hal pengorganisasian dan melaksanakan kegiatan pengembangan masyarakat. Kemudian memotivasi mereka agar dapat terlibat dalam kegiatan pemberdayaan yang nantinya dapat meningkatkan pendapatan mereka dengan menggunakan kemampuan dan sumber daya yang mereka miliki.

·      Peningkatan Kesadaran dan pelatihan kemampuan
Disini peningkatan kesadaran masyarakat dapat dicapai melalui pendidikan dasar, pemasyarakatan imunisasi dan sanitasi, sedangkan untuk masalah keterampilan bisa dikembangkan melalui cara-cara partisipatif. Sementara pengetahuan lokal yang dimiliki masyarakat melalui pengalaman mereka dapat dikombinasikan dengan pengetahuan yang dari luar. Hal-hal seperti ini dapat membantu masyarakat miskin untuk menciptakan sumber penghidupan mereka sendiri dan membantu meningkatkan keterampilan dan keahlian mereka sendiri.

·      Manajemen diri
Setiap kelompok harus mampu memilih atau memiliki pemimpin yang nantinya dapat mengatur kegiatan mereka sendiri seperti melaksanakan pertemuan-pertemuan atau melakukan pencatatan dan pelaporan. Disini pada tahap awal, pendamping membantu mereka untuk mengembangkan sebuah sistem. Kemudian memberikan wewenang kepada mereka untuk melaksanakan dan mengatur sistem tersebut.

·      Mobilisasi sumber
Merupakan sebuah metode untuk menghimpun setiap sumber-sumber yang dimiliki oleh individu-individu yang dalam masyarakat melalui tabungan dan sumbangan sukarela dengan tujuan untuk menciptakan modal sosial. hal ini didasari oleh pandangan bahwa setiap orang memiliki sumber daya yang dapat diberikan dan jika sumber-sumber ini dihimpun, maka nantinya akan dapat meningkatkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat secara substansial. Pengembangan sistem penghimpunan, pengalokasian, dan penggunaan sumber-sumber ini perlu dilakukan secara cermat sehingga semua anggota masyarakat memiliki kesempatan yang sama dan hal ini dapat menjamin kepemilikan dan pengelolaan secara berkelanjutan.


















2.2. Pembangunan dan Pengembangan Jaringan Pemberdayaan

Pengorganisasian kelompok-kelompok swadaya masyarakat perlu disertai dengan peningkatan kemampuan para anggotanya membangun dan mempertahankan jaringan dengan berbagai sistem sosial disekitarnya. Jaringan ini sangat penting dalam menyediakan dan mengembangkan berbagai akses terhadap sumber dan kesempatan bagi peningkatan keberdayaan masyarakat miskin.
Dalam strategi pemberdayaan masyarakat, upaya yang dilakukan adalah dengan meningkatkan kemampuan atau kapasitas masyarakat khususnya masyarakat miskin. Meningkatkan kemampuan dan kapasitas masyarakat ini disebut juga dengan penguatan kapasitas (capacity building). Penguatan kapasitas ini merupakan suatu proses dalam pemberdayaan masyarakat dengan meningkatkan atau merubah pola perilaku individu, organisasi, dan sistem yang ada di masyarakat untuk mencapai tujuan yang diharapkan secara efektif dan efisien.
Melalui penguatan kapasitas ini, maka masyarakat dapat memahami dan mengoptimalkan potensi yang mereka miliki untuk mencapai tujuan pemberdayaan, yaitu kesejahteraan hidup masyarakat. Strategi yang digunakan dalam penguatan kapasitas ini adalah melalui pendampingan. Jadi, strategi pendampingan sangat efektif dan efisien dalam proses pemberdayaan masyarakat, karena dengan adanya pendampingan maka kapasitas masyarakat dapat dikembangkan atau diberdayakan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat dan secara tidak langsung dapat membantu pemerintah dalam mengurangi tingkat kemiskinan.
Untuk memulihkan kondisi ekonomi yang memburuk akibat munculnya krisis ekonomi, diperlukan upaya yang kom-prehensif dan efektif sebagaimana yang tercantum dalam program pembangunan nasional (Propenas) yang menghendaki agar dilaksanakannya pro-gram pemberdayaan masyarakat untuk memulihkan kondisi ekonomi. Kesenjangan merupakan kenyataan yang ada dalam pembangunan yang memerlukan pemecahan dengan pemi-hakan dan pemberdayaan bagi pelaku ekonomi lemah secara nyata (Somoedi-ningrat, 1997).
Oleh karena itu, akan diusahakan pergeseran dari paradigma pertumbuhan menuju paradigma pembangunan yang bertumpu pada pemerataan dengan kekuatan ekonomi rakyat, usaha kecil, usaha menengah dan koperasi dengan memberikan kepada mereka kesempatan yang sama seperti kesempatan yang diberikan kepada usaha besar.
Konsep pemberdayaan merupakan paradigma baru dalam pembangunan masyarakat yang melibatkan masyarakat dalam kegiatan pembangunan baik dalam perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi.
Priyono (1996) memberikan makna pemberdayaan masyarakat sebagai upaya menjadikan suasana kemanusiaan yang adil dan beradab menjadi semakin efektif secara struktural, baikdalam kehidupan keluarga, masyarakat, negara, regional, internasional maupun dalam bidang politik, ekonomi, psikologi dan lain-lain. Memberdayakan masyarakat mengandung makna mengembangkan, memandirikan, menswadayakan dan memperkuat posisi tawar-menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan.
Pemberdayaan masyarakat harus dipandang sebagai upaya untuk mempercepat dan memperluas upaya penang-gulangan kemiskinan melalui koordinasi berbagai kebijakan, program dan kegiatan pembangunan, baik di tingkat pusat maupun daerah sehingga efektivitasnya me-miliki signifikansi yang besar terhadap penanggulangan kemiskinan.











2.3. Contoh Kasus dari Pemberdayaan Masyarakat

Studi kasus : Solusi Percepatan Pembangunan Lampung Barat

Salah satu indikator kemakmuran suatu daerah, dan negara adalah pertumbuhan ekonominya yang signifikan. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi diperlukan adanya investasi yang sangat besar dan tenaga kerja yang produktif dan memiliki kualitas yang tinggi.  Apabila dalam mewujudkan hal tersebut negara yang bersangkutan tidak mampu, maka solusinya adalah melakukan pinjaman kepada pihak ketiga, sanggup menyewa tenaga ahli yang memiliki kemampuan yang baik, terutama para tenaga asing dimana jumlah dan variasinya lebih banyak.
Indonesia sebagai salah satu negara besar dengan jumlah penduduknya yang besar dan sebagian besar masih mengenyam pendidikan dasar, serta sebagian besar masih bekerja dibidang pertanian dengan mengolah sawah dan lading secara tradisional serta melakukan kegiatan industri yang masih dalam proses pengembangan, sehingga sangatlah mustahil mereka mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi seperti yang diharapkan selama ini.  Mungkin akan lebih bijaksana dan disenangi rakyat kalau para pemimpin mulai dari kepala negara sampai pada pejabat daerah menjanjikan kepada rakyatnya untuk memberikan kesempatan pemberdayaan, pelatihan ketrampilan yang tepat sasaran, dan penciptaan lapangan kerja serta yang terpenting adalah kesempatan menjadi magang untuk hidup yang mandiri yang lebih baik.
            Pemberdayaan tersebut memerlukan proses yang merupakan upaya untuk mendongkrak peningkatan ketrampilan dan penanaman jiwa inovatif dan kewirausahaan (entrepreneurship) yang dihantar dengan penciptaan kesempatan dan lapangan pekerjaan yang lebih luas dan merata bagi masyarakat.  Usaha dan upaya ini harus dilakukan dengan komitmen dan arahan yang tepat dan jelas untuk mengurangi jumlah angka pengangguran yang ada, baik yang bersifat resmi maupun tidak resmi, atau semi menganggur. Arah yang pertama mungkin berupa upaya aparatur pemerintah secara sungguh-sungguh, dan arah kedua berupa kewajiban setiap anak bangsa untuk berpartisipasi sebagai bekal hidup yang mandiri tanpa ketergantungan kepada orang lain.  Upaya pemberdayaan dan perluasan kesempatan kerja yang makin merata tersebut perlu ditentukan target secara serius.  Dengan demikian sebagian besar penduduk yang tingkat pendidikannya rendah dan berada pada garis dan bahkan dibawah garis kemiskinan wajib ikut secara sungguh-sungguh.
Pemerintah harus berani, termasuk pemerintah daerah berkata jujur bahwa pendekatan ini belum meningkatkan pertumbuhan ekonomi di segala sector pembangunan.  Tetapi, itu akan menjamin setiap masyarakat atau penduduk termasuk penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan akan memperoleh kesempatan untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan pembangunan.  Secara bertahap hasil kerja keras yang dilakukan selama ini akan menghantarkan setiap penduduk untuk bisa menjamin keluarganya dan dirinya untuk hidup secara mandiri, dimana mereka tidak perlu merasa terhina karena segala keperluan tidak lagi ditanggung oleh pemerintah melalui pelayanan secara gratis yang banyak dilakukan di daerah-daerah, apapun kualitasnya.  Proses pemberdayaan itu perlu dilakukan oleh seluruh aparatur pemerintah dimanapun melalaui reformasi birokrasi dan juga kelembagaan yang terarah dan tegas.
            Perubahan sikap dan tingkah laku birokrasi terutama birokratnya diarahkan untuk benar-benar mengabdi pada hasil yang diukur dari kemampuan, ketrampilan dan perubahan yang dialami penduduk sebagai objeknya.  Ukuran keberhasilan bukan terletak pada kegiatan aparatur saja, melainkan juga pada hasil akhir dari perubahan penduduk yang dibantu dalam proses pemberdayaan, yaitu penduduk yang bekerja dan memperoleh upah atau imbalan yang memadai.  Imbalan yang diberikan tersebut bukan belas kasihan, tetapi hasil kerja yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dan menghasilkan produks yang laku dijual dipasar dan menguntungkan, sehingga imbalan tersebut mampu memenuhi kebutuhan hidup dari masyarakat tersebut. 
Karena itu reformasi birokrasi yang dilakukan harus merubah cara kerja yang hanya menunggu tamu, dalam arti rakyat yang membutuhkan pelayanan menjadi penjemput bola yang siap melayani masyarakat sesuai dengan potensi yang ada di lapangan, atau menjadikan anggota masyarakat sebagai entrepreneur yang mampu menjadikan sesuatu yang pantas untuk dijual dan menghasilkan suatu keuntungan yang tidak ada habisnya.  Reformasi yang dilanjutkan pada masa saat ini tidak hanya berlaku untuk birokrasi, tetapi juga perlu dilakukan secara dini melalui berbagai lembaga dan salah satunya adalah lembaga pendidikan.
            Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran yang sulit untuk dipecahkan.  Kemiskinan di Indonesia dapat kita lihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah.  Persoalan pengangguran lebih dipicu oleh rendahnya kesempatan dan peluang kerja bagi angkatan kerja di pedesaan.  Upaya untuk menanggulanginya harus menggunakan pendekatan multi disiplin yang berdimensi pemberdayaan.  Pemberdayaan yang tepat haruslah memadukan aspek-aspek penyadaran, peningkatan kapasitas dan pendayagunaan.
            Berbagai program selama ini telah digulirkan oleh pemerintah baik pemerintah pusat, propinsi, maupun program dari pemerintah Kabupaten Lampung Barat sendiri.  salah satu program yang digulirkan oleh pemerintah pusat yang masih dijalankan sampai saat ini adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan (PNPM-MP). Sementara program pemerintah Kabupaten Lampung Barat yang dilaksanakan sejak tahun 2008 lalu sebagai upaya pemberdayaan masyarakat adalah melalui Program Gerakan Membangun Bersama Rakyat (GMBR).  Kedua program tersebut memiliki tujuan yang mulia yaitu mensejahterakan masyarakat dengan memberdayakan masyarakat itu sendiri, dimana mereka yang menentukan kebutuhan yang memang sangat mendesak di desanya.  Untuk lebih gamblangnya mengenai pelaksanaan kedua program tersebut di Kabupaten Lampung Barat baik mengenai pelaksanaan, jumlah dana dan partisipasi masyarakat dapat dikupas satu persatu berikut.






Program PNPM-MP
Mulai tahun 2007 pemerintah Indonesia mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM-MP) Mandiri yang terdiri dari PNPM Mandiri Perdesaan, PNPM Mandiri Perkotaan, serta PNPM Mandiri wilayah khusus dan desa tertinggal.  PNPM Mandiri Perdesaan adalah program untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan berkelanjutan.  Pendekatan PNPM Mandiri Perdesaan merupakan pengembangan dan program Pengembangan Kecamatan (PPK), yang selama ini dinilai berhasil.  Beberapa keberhasilan PPK adalah berupa penyediaan lapangan kerja dan pendapatan bagi kelompok rakyat miskin , efisiensi dan efektivitas kegiatan, serta berhasil menumbuhkan kebersamaan dan partisipasi masyarakat.
            Visi PNPM Mandiri Perdesaan adalah tercapainya kesejahteraan dan kemandirian masyarakat miskin perdesaan.  Kesejahteraan berarti terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat.  Kemandirian berarti mampu mengorganisir diri untuk memobilisir sumber daya yang ada dilingkungannya, serta mengelola sumber daya tersebut untuk mengatasi masalah kemiskinan.  Sementara misi PNPM Mandiri Perdesaan adalah :
(1) peningkatan kapasitas masyarakat dan kelembagaannya
(2) pelembagaan sistem pembangunan partisipatif
(3) pengefektifan fungsi dan peran pemerintah lokal
(4) peningkatan kualitas dan kuantitas prasarana sarana  sosial dasar dan ekonomi masyarakat
5) pengembangan jaringan kemitraan dalam pembangunan.
            Program PNPM-MP ini lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta dengan memperhatikan potensi dan keanekaragaman yang dimiliki oleh daerah.  Karena salah satu aspek yang sangat fundamental dalam pelaksanaan prinsip-prinsip otonomi daerah adalah upaya pemberdayaan masyarakat, sehingga masyarakat dapat berperan aktif dalam setiap proses pembangunan daerah.  Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan  (PNPM-MP) merupakan program peningkatan kapasitas dan kelembagaan masyarakat. sehingga diharapkan dapat menjadi satu pola pengembangan kemampuan dan kapasitas masyarakat untuk berperan aktif dalam pembangunan, agar secara bertahap masyarakat mampu membangun, diri dan lingkungannya.  Selain itu, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan (PNPM-MP) ini merupakan program sebagai upaya memberdayakan masyarakat pedesaan agar mampu membangun daerahnya dengan kemampuan dan potensi sumber daya yang dimiliki.
            Terkait dengan hal tersebut, maka pendekatan pemberdayaan masyarakat merupakan paradigma yang harus kita kembangkan dalam menyiapkan kapasitas masyarakat dalam pembangunan daerah dalam hal ini pembangunan daerah Kabupaten Lampung Barat. Selama ini upaya untuk mengatasi kemiskinan telah kita lakukan dengan berbagai program-program khusus penanggulangan kemiskinan. Hal ini menunjukkan bahwa upaya penanggulangan kemiskinan harus terus kita lakukan dengan tidak memisahkan kebersamaannya. Untuk itu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) merupakan program untuk memberdayakan masyarakat pekon melalui peningkatan kapasitas dan kelembagaan masyarakat, sehingga dengan pola pelaksanaan PNPM-MP ini sangat diharapkan dapat menjadi salah satu pola pengembangan kemampuan dan kapasitas masyarakat untuk berperan aktif dalam pembangunan.
            Pelaksanaan pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pelaksanaan pembangunan nasional tidak terlepas dari prinsip-prinsip otonomi yang terwujud dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional dengan lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta dengan memperhatikan potensi dan keanekaragaman yang dimiliki oleh daerah itu sendiri.  Untuk itu salah satu aspek yang sangat fundamental dalam pelaksanaan prinsip-prinsip otonomi daerah adalah upaya pemberdayaan masyarakat, sehingga masyarakat dapat berperan aktif dalam setiap proses pembangunan daerah. 
            Untuk itu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) merupakan program untuk memberdayakan masyarakat pekon melalui peningkatan kapasitas dan kelembagaan masyarakat, sehingga dengan pola pelaksanaan pnpm-mp ini sangat diharapkan dapat menjadi salah satu pola pengembangan kemampuan dan kapasitas masyarakat untuk berperan aktif dalam pembangunan agar secara bertahap masyarakat mampu untuk :
·         pemantapan penyelenggaraan pemerintahan pekon dan pemerintahan kelurahan;
·         pemantapan kelembagaan serta pengembangan partisipasi dan keswadayaan masyarakat;
·         pemantapan kehidupan sosial budaya masyarakat;
·         pengembangan kegiatan usaha ekonomi masyarakat;
·         peningkatan pemanfaatan sumber daya alam berwawasan lingkungan;
·         peningkatan pendayagunaan teknologi tepat guna sesuai dengan kebutuhan masyarakat;

Selama ini upaya untuk mengatasi masalah kemiskinan telah kita lakukan melalui program-program khusus penanggulangan kemiskinan melalui program pemberdayaan seperti : Gerakan Pembangunan Bersama Rakyat (GMBR), Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas, Jamkesda dan Jaminan Kesehatan Masyarakat Bersubsidi), subsidi pendidikan bagi siswa SLTA sederajat, dan Progran Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan (PNPM-MP) ini.  Khusus untuk PNPM-MP, tahapan pelaksanaan PNPM-MP ini memang cukup panjang, namun demikian tentunya hal tersebut tidak akan menyurutkan langkah kita untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat secara bersama-sama dan menganggap tahapan-tahapan itu merupakan suatu proses pembelajaran yang penuh dengan makna.
            Untuk Kabupaten Lampung Barat program ini sudah berjalan selama 3 (tiga) tahun, dan hasilnya dapat kita lihat dengan dibangunnya berbagai fasilitas dan infrastruktur yang memang dibutuhkan oleh masyarakat di Lampung Barat seperti prasarana jalan/onderlagh, pengerasan jalan/rabat beton, pembangunan gedung PAUD, TK, dan SMP, gedung TPA, jembatan beton, prasarana air bersih, Paving block, saluran irigasi, rehab pasar, dan lain sebagainya dimana yang dibangun ini memang sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
Jumlah dana yang dialokasikan dalam setiap tahunnya terus mengalami peningkatan seiring dengan frekuensi dan volume pekerjaan yang meningkat pula. 
Dari alokasi dana yang dipergunakan 20% nya merupakan cost sharing dari APBD pemerintah kabupaten. Pada tahun anggaran 2009 jumlah dana yang dialokasikan berjumlah Rp 27,6 milyar lebih, dan pada tahun 2010 mengalami peningkatan yang dialokasikan untuk Kabupaten Lampung Barat berjumlah Rp 45.250.000.000,-, atau mengalami kenaikan sebesar Rp 17.650.000.000,- atau sebesar 39%, dimana cost sharing berjumlah Rp 9.050.000.000,- yang dibangun melalui Naskah Perjanjian Untuk Urusan Bersama (NPUB) antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Sementara pada tahun 2011 jumlah dana yang dialokasikan mengalami penurunan menjadi  Rp 41.300.000.000,-
Dengan demikian jelas bahwa Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan  (PNPM-MP) merupakan program peningkatan kapasitas dan kelembagaan masyarakat, sehingga diharapkan dapat menjadi satu pola pengembangan kemampuan dan kapasitas masyarakat untuk berperan aktif dalam pembangunan, agar secara bertahap masyarakat mampu membangun diri dan lingkungannya.  Agar pelaksanaan program PNPM-MP ini lebih optimal dan dalam pengawasan yang ketat, maka pemerintah membentuk lembaga yang dinamakan Ruang Belajar Masyarakat (RBM) yang memiliki tujuan penting sebagai bentuk pendekatan pemberdayaan masyarakat yang diharapkan mampu memberikan perubahan di masyarakat, terutama menyangkut cara pandang, kapasitas dan bentuk-bentuk pengorganisasian masyarakat dalam meningkatkan taraf hidup dan kemandiriannya.
Melalui kegiatan ini diharapkan dapat menjadi satu pengalaman yang berjalan di masyarakat dalam hal partisipasi, inisiatif lokal, pelatihan, pengawasan partisipatif dan advokasi hukum yang merupakan beberapa pola atau bentuk yang dianggap perlu diperkuat dan dikembangkan kedepan.  Sehingga pengawasan dan advokasi hukum masyarakat menjadi bagian penting dalam program ketika akuntabilitas pengelolaan pembangunan berimplikasi langsung terhadap perolehan hak dasar masyarakat.  Kedepan, pemerintah akan terus melaksanakan program ini dengan peningkatan kualitas dan kuantitasnya. Karena penyadaran, peningkatan kapasitas dan pengorganisasian merupakan hakekat kegiatan dari pemberdayaan masyarakat. oleh karenanya, program PNPM-MPD ini sejak awal telah menggunakan pendekatan ini.
Dan keberhasilan program ini sangat ditentukan sejauhmana pendekatan pemberdayaan yang dipakai mampu memberikan perubahan di masyarakat.
Sementara Ruang Belajar Masyarakat (RBM) merupakan suatu kultur atau prilaku belajar yang terorganisir, terstruktur dan sistematis serta terbentuk sebagai hasil pengkondisian ruang bersama yang dilakukan secara terus menerus oleh masyarakat pelaku program itu sendiri melalui kegiatan-kegiatan belajar bersama yang bertujuan untuk meningkatkan/mengembangkan kapasitas pelaku masyarakat yang dikelola secara demokratis, swakelola, terbuka dan bertanggung jawab. Sementara itu, pengelolaan program dan pembangunan haruslah makin efektif (tepat sasaran) dan efisien.  Oleh karenanya keterlibatan masyarakat dalam pengawasan pembangunan dan advokasi hukum diharapkan mampu meningkatkan kualitas ketepatan sasaran dan efisiensi pembangunan.
            Dengan menggunakan model yang mampu memadukan pendekatan pemberdayaan masyarakat dengan inisiatif lokal dalam kaitan pengawasan berbasis masyarakat, advokasi hukum serta kegiatan lain yang relevan diharapkan kemandirian masyarakat akan semakin cepat terwujud.  dan model itu adalah pengembangan Ruang Belajar Masyarakat (RBM). Seiring dengan perubahan sistem yang ada, maka pemerintah dituntut untuk lebih memperhatikan masyarakat miskin dalam bentuk kebijakan, penganggaran dan program pembangunan.  Disinilah keterlibatan perangkat pemerintah dituntut untuk dapat mendorong terpenuhinya pemihakan yang dimaksud.  Oleh karenanya, pemerintah juga melakukan kegiatan pelatihan kader aparatur pemerintah (Setrawan) sebagai bentuk pendekatan pemberdayaan masyarakat yang diharapkan mampu menggerakkan perubahan sikap mental dilingkungan pemerintah dan perubahan tata kepemerintahan yang berpihak pada kepentingan masyarakat, serta mendampingi masyarakat, khususnya dalam manajemen pembangunan partisipatif.
            Apalagi tugas yang diemban oleh Setrawan ini sangat penting dalam mendorong, memberikan informasi, dan memastikan tersosialisasikannya serta tersusunnya program pembangunan partisipatif kepada masyarakat, aparat pekon dan kecamatan. Melalui kegiatan pelatihan Setrawan ini dapat menjadi satu upaya peningkatan dalam hal mediasi, akselerasi, fasilitasi, dinamisasi dan kaderisasi yang merupakan fungsi dari setrawan yang dilatih, sehingga pendampingan dan pengawasan menjadi bagian penting dalam program ketika akuntabilitas pengelolaan pembangunan berimplikasi langsung terhadap perolehan hak dasar masyarakat dari pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan.

Program Pemberdayaan (GMBR) Tahun 2008-2011
            Tujuan dari program GMBR adalah untuk percepatan pengentasan kemiskinan, percepatan pembangunan di Kabupaten Lampung Barat dan menggali potensi serta partisipasi masyarakat pekon/kelurahan.  Disamping itu juga untuk meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat pekon/kelurahan serta merupakan proses pembelajaran demokrasi dalam pembangunan.  Sejak pertama kali dicanangkan, program GMBR ini telah mengalokasikan dana yang cukup besar yang merupakan dana murni APBD Kabupaten Lampung Barat.
            Pada tahun 2008 anggaran dana BLM yang dialokasikan untuk Program Pemberdayaan Masyarakat yang bersumber dari dana APBD Kabupaten Lampung Barat sebesar Rp 4.250.000.000,-.  Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Lampung Barat Nomor B/259/KPTS/III.02/2008 tanggal 15 Agustus 2008, menyebutkan bahwa jumlah pekon/kelurahan terpilih yang mendapatkan alokasi dana BLM APBD Kabupaten Lampung Barat tahun anggaran 2008 sebanyak 97 pekon yang tersebar di 17 kecamatan yang ada di Kabupaten Lampung Barat.  Sementara swadaya masyarakat sebesar Rp 1.206.934.423,-.
            Sementara pada tahun 2009, alokasi dana stimulant Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) yang bersumber dari APBD kabupaten Lampung Barat sebesar Rp 4.250.000.000,-.  Kegiatan tahun 2009 ini berdasarkan SK Bupati Lampung Barat Nomor B/216/KPTS/III.02/2009 tanggal 12 Juni 2009, menyebutkan bahwa jumlah dana pekon/kelurahan terpilih yang mendapatkan alokasi dana BLM APBD Kabupaten Lampung Barat Tahun Anggaran 2009 sebanyak 87 pekon dan 2 kelurahan yang tersebar di 15 kecamatan yang ada di Kabupaten Lampung Barat, dengan swadaya masyarakat sebesar Rp 944.180.613,-.  Selanjutnya tahun anggaran 2010, dana stimulant Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) yang bersumber dari APBD Kabupaten Lampung Barat mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya dimana hanya sebesar Rp 2.250.000.000,-.  Dan dana tersebut dialokasikan ke 54 pekon yang tersebar di 17 kecamatan yang ada di Kabupaten Lampung Barat.  Swadaya masyarakat sebesar Rp 386.768.300,-. Program GMBR ini akan dilaksanakan selama 5 (lima) tahun yang dimulai tahun 2011 sampai dengan tahun 2015.
            Kemudian pada tahun 2011 dana yang dialokasikan untuk program GMBR adalah sebesar Rp 4.000.000.000,-, dengan jumlah swadaya sebesar Rp 714.542.250,- dengan jumlah pekon berjumlah 99 pekon yang tersebar di 25 kecamatan yang ada di Kabupaten Lampung Barat.  Jumlah sarana prasarana yang telah dibangun sejak tahun 2008 lalu berjumlah 339 kegiatan dengan rincian jenis kegiatan atau program adalah sebagai berikut : Prasarana Air Bersih (PSAB) 25 buah, irigasi berjumlah 33 buah, drainase 38 buah, PLTMH 11 unit, talud 5, jalan 161, jembatan 55 buah, balai pekon 8 dan pasar pekon sebanyak 3 buah.
           



















BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Secara umum program PNPM-MP dan program GMBR ini tidak terlepas dari azaz dari upaya pemberdayaan masyarakat itu sendiri yaitu : kesesuaian dengan masalah, kebutuhan dan kondisi masyarakat serta bermanfaat langsung bagi masyarakat penerima dari program.  Kemudian program ini juga harus memberdayakan segala potensi dan sumber daya setempat baik sumber daya alamnya maupun sumber daya manusianya. 

Saran

Pada setiap tahapan pelaksanaannya harus keterbukaan dan dapat dipertanggung jawabkan baik pengelolaan maupun hasilnya.  Juga terdapat keserasian dan keselarasan serta keterpaduan antara kegiatan yang ada kaitannya, yang dilaksanakan secara berkesinambungan dan berkelanjutan mulai dari proses dan hasil dari setiap kegiatan yang dilaksanakan.  Dan yang terpenting dari program ini adalah partisipasi dari seluruh masyarakat dan pihak-pihak terkait lainnya, sehingga program ini dapat betul-betul dirasakan manfaatnya secara langsung oleh masyarakat.










DAFTAR PUSTAKA

Isbandi Rukminto Adi. 2008. Intervensi Komunitas Pengembangan Masyarakat
Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta : Rajawali

Harry Hikmat.2009.Strategi Pemberdayaan Masyarakat.Bandung: Humaniora
Utama Press




Tidak ada komentar:

Posting Komentar